Jumat, 24 April 2015

Perkembangan Retail di Indonesia

 "Bisnis Retail Indonesia"



 
Ilustrasi
Munculnya “bisnis retail” seperti mini market, super market, hypermarket dan sebagainya adalah bagian dari modernisasi dari pasar tradisional yang memungkinkan orang dapat berbelanja dengan fasilitas dan kenyaman serta pelayanan yang baik, selain itu harga dari setiap produk yang cukup terjangkau. Perubahan perilaku bisnis tersebut adalah bagian dari pengaruh perilaku pasar yang trend di luar negeri yang kemudian masuk ke Indonesia sejak tahun 1990an, ditandai dengan dibukanya perusahaan retail besar asal negeri sakura Jepang yaitu “SOGO”, sejalan dengan itu mengundang banyak reaksi kritikan, disebabkan Super market ini banyak diminati orang, yang berimplikasi pada persaingan pasar, utamanya pada usaha menengah seperti toko produk barang sejenisnya yang nyaris gulung tikar, bahkan sebagian kalangan menilai berdampak buruk terhadap perekonomian di Indonesia, maka Kemudian dikeluarkannya keputusan presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor asing untuk masuk kedalam “bisnis retail” di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/th. 2007, didefinisikan bahwa format pasar swalayan terbagi atas tiga kategori yaitu pertama, Minimarket yaitu produk dijualnya hanya kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya <5000 item, luas gerainya maksimum 400m2, potensi penjualannya maksimum 200 juta dan area parkirnya terbatas. Kedua, supermarket produk dijualnya adalah kebutuhan rumah tangga, makanan, dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya 5000-25000 item, luas gerainya 400-5000m2, area parkirnya sedang (memadai), potensi penjualannya 200 juta-10 milliar. Ketiga, hypermarket produk yang dijualnya adalah kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dan lain-lain, luas gerainya >5000m2, area parkirnya sangat besar, potensi penjualannya >10 milliar.

Ilustrasi
Kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan, dengan sistem pemasaran format self service, yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan. Adanya sentuhan teknologi, yang terintegrasi pada perangkat lunak (software), memudahkan pencatatan dengan menggunakan komputer, baik itu pencatatan aktifitas dan transaksi dari administrator, kasir, kepala gudang dan lain sebagainya, membuat manajemen atau pengelolaannya rapi dan terkontrol serta laporan transaksi dapat di evaluasi setiap bulannya. Dari aspek sosialnya, menciptakan budaya baru dalam berbelanja, yaitu adanya atmosfer berbelanja yang lebih bersih dan nyaman.

Salah satu kemudahan dan keuntungannya dalam membuka mini market yaitu hanya menyiapkan lahan dan bangunan dengan kesepakatan lahan dan bangunan tersebut di sewa selama 20 tahun oleh pemilik “bisnis retail”, kemudian akan menjadi hak sepenuhnya dari pemilik lahan dan bangunan. Luas lahan yang perlu disiapkan pun tidak begitu luas, Maksimumnya 400m2. Bahkan yang menariknya lagi orang bisa berbelanja secara online. Pilihan produk bisnisnya pun terus mengalami spesialisasi, misalnya mini market khusus produk peralatan listrik seperti pada website DISINI 
Data yang dilansir oleh Media Data-APRINDO dari tahun 2004 hingga tahun 2008, mini market mengalami pertumbuhan (growth) dengan rata-rata turnover tertinggi sebesar 38% pertahunnya, disusul kemudian oleh hypermarket sebesar 21,5% dan supermarket yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 6% pertahun. Sejalan dengan tingginya growth, khususnya pada mini market, ditandai dengan semakin ketatnya persaingan dalam ekspansi pasar dari dua pelaku bisnis besar di dalamnya yaitu Indomart dan Alfamart. 

Dari sisi turnover yang dapat dihasilkan, yaitu format hypermart merupakan yang terbesar, yang pernah dicapainya pada tahun 2008 yaitu sebesar 41%. Sementara itu minimarket dengan perolehan sebesar 32%, lalu disusul oleh  supermarket. Penurunan pada supermarket dinilai sebagai akibat dari semakin banyaknya penambahan gerai minimarker yang dapat mempersingkat akses konsumen untuk memilih berbelanja ke supermarket. Selain itu pula adanya perilaku agresif dari hypermarket dalam berbagai kegiatan promosi yang kuat dan menarik, ditunjang oleh kelengkapan produknya telah memberikan tempat tersendiri dimata konsumen.